Syamedia - Pahlawan. Ketika kata ini diucapkan, apakah yang terbersit dalam benak kita? Siapakah pahlawan itu? Dalam bahasa pahlawan adalah orang yang dari dirinya menghasilkan buah yang berkualitas bagi bangsa, negara, dan agama. Mungkin pikiran kita akan terbawa ke masa beberapa lampau silam di mana sejarah mencatat perjuangan berdarah para pahlawan dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini. Pertanyaan selanjutnya pentingkah adanya refleksi mengenai jasa-jasa para pahlawan ini? Apakah manfaat yang dapat diambil?
Dalam QS. Al-Hasyr ayat 18, Allah SWT berfirman :
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah [dengan mengerjakan suruhanNya dan meninggalkan laranganNya] dan hendaklah tiap-tiap diri melihat dan memerhatikan apa yang dia telah sediakan untuk hari esok. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Amat meliputi PengetahuanNya akan segala yang kamu kerjakan. [QS. 59:18]”.
Dengan menengok sosok-sosok perjuangan terdahulu, Allah memerintahkan kita untuk mengambil pelajaran dari sejarah dan mengambil hikmah dari perjuangan para pendahulu kita dalam membebaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan. Hal paling dominan yang dilakukan penjajah dalam ‘mengabadikan’ penjajahan mereka adalah dengan melakukan pembodohan, sejarah mencatat bahwa ketika masa penjajahan rakyat dibutakan dari ilmu dan pemahaman. Kemudian, mulailah cahaya-cahaya berpendar ke seluruh negeri dengan semangat memberikan pengajaran kepada rakyat. Sehingga pola pikir rakyat yang kebanyakan pasif sedikit demi sedikit memahami betapa pentingnya perjuangan itu.
Lalu apa yang dapat dilakukan pada saat ini?
Melalui uraian sejarah kita dapat memahami bahwa sesungguhnya kebodohan itu seperti kegelapan yang pekat sedangkan pengajaran akan ilmu dan pemahaman itu merupakan pelita yang sanggup memadamkan kegelapan. Ketika perjuangan negeri ini kini mungkin sudah tidak berdarah-darah lagi maka perjuangan dalam bidang keilmuan perlu dikedepankan, sehingga ‘kegelapan’ yang pernah terjadi pada masa lampau tidak terulang kembali. Dengan ilmu kita dapat memberikan manfaat seluas-luasnya bagi umat dengan penemuan-penemuan yang dapat memudahkan keperluan umat.
Bahkan sejarah Islam pun mencatat para pahlawan ‘garis depan’ dalam bidang keilmuan, sebut saja Ibnu Sina (Avicenna) bapak kedokteran dunia, Ibnu Rusyd (Averrous) Ahli ilmu filsafat yang diakui di eropa, Al-Khawarizmi sebagai bapak aljabar dan masih banyak lagi pada bidang keilmuan lainnya.
Disinilah peran kita sebagai mahasiswa yang notabene adalah penuntut ilmu untuk melanjutkan perjuangan para pahlawan terdahulu dengan bersungguh-sungguh dalam meraih ilmu, karena kesempatan ini merupakan amanah yang diberikan kepada kita jika kita mengingat hanya sekitar 17% sajalah lulusan sekolah menengah atas yang dapat menuntut ilmu di perguruan tinggi, dan yang tidak kalah pentingnya adalah mengutamakan kejujuran dalam proses meraihnya sehingga dengan ilmu yang telah diraih kita pun dapat menghasilkan buah yang berkualitas bagi bangsa, negara, dan agama seperti yang telah dihasilkan oleh para pahlawan. Dimensi-dimensi yang membedakan antara manusia dan seluruh makhluk hidup lain adalah potensi, kapasitas, dan kemampuan belajar serta menuntut ilmu yang tidak terbatas
Al-Quran berfirman, “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya.” [Qs. At-Tiin: 4-5]
Manusia mempunyai potensi dan kemampuan gerak menyempurna sedemikian sehingga mampu mencapai kedudukan tertinggi di alam eksistensi (yaitu kedudukan malakuti dan Ilahi), akan tetapi dia juga memiliki potensi untuk jatuh terjerumus pada posisi terendah yang bahkan lebih rendah dari kedudukan yang dimiliki oleh binatang dan setan. Yang kelak akan menjadi bagian manusia dari dua titik ini hanya bergantung dari proses pembelajaran yang dilaluinya di dunia ini, dimana menjelang nafas terakhir seluruh potensi-potensi ini akan terhenti dan tidak lagi memiliki persiapan dan kelayakan untuk menerima kesempurnaan apapun, keadaan ini sebagaimana sebuah angka yang konstan dan secara tetap berada pada tingkatan wujudnya yang tertentu.
Pada salah satu hadits dikatakan, “Hari ini kamu memiliki potensi dan kemampuan untuk melakukan gerak dan memproses diri untuk menambah kesempurnaan diri kalian sendiri, akan tetapi setelah nafas yang terakhir dan penghabisan, kamu hanya akan disibukkan dan diperhadapkan dengan berbagai perhitungan terhadap apa-apa yang kamu kerjakan dan hasilkan dalam kehidupan di dunia.” Ghurar wa Durar, Imam Ali as, hal 120.
Kemampuan manusia itu tak terbatas tinggal bagaimana kita menstrategikan sikap dalam diri kita, ingin kearah positif atau kearah negatif? Mari melangkah dan berproses ke satu arah positif dengan adanya proses belajar dan mengajar. Jika kita peduli akan perjuangan para pahlawan terdahulu maka bukti kepedulian itu dengan potensi-potensi yang kita miliki. Jangan ragu untuk melangkah, jadikan diri ini pribadi-pribadi yang bermanfaat bagi sekeliling kita. Selamat hari pahlawan [10 November]
Wallahu 'alam
Dalam QS. Al-Hasyr ayat 18, Allah SWT berfirman :
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah [dengan mengerjakan suruhanNya dan meninggalkan laranganNya] dan hendaklah tiap-tiap diri melihat dan memerhatikan apa yang dia telah sediakan untuk hari esok. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Amat meliputi PengetahuanNya akan segala yang kamu kerjakan. [QS. 59:18]”.
Dengan menengok sosok-sosok perjuangan terdahulu, Allah memerintahkan kita untuk mengambil pelajaran dari sejarah dan mengambil hikmah dari perjuangan para pendahulu kita dalam membebaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan. Hal paling dominan yang dilakukan penjajah dalam ‘mengabadikan’ penjajahan mereka adalah dengan melakukan pembodohan, sejarah mencatat bahwa ketika masa penjajahan rakyat dibutakan dari ilmu dan pemahaman. Kemudian, mulailah cahaya-cahaya berpendar ke seluruh negeri dengan semangat memberikan pengajaran kepada rakyat. Sehingga pola pikir rakyat yang kebanyakan pasif sedikit demi sedikit memahami betapa pentingnya perjuangan itu.
Lalu apa yang dapat dilakukan pada saat ini?
Melalui uraian sejarah kita dapat memahami bahwa sesungguhnya kebodohan itu seperti kegelapan yang pekat sedangkan pengajaran akan ilmu dan pemahaman itu merupakan pelita yang sanggup memadamkan kegelapan. Ketika perjuangan negeri ini kini mungkin sudah tidak berdarah-darah lagi maka perjuangan dalam bidang keilmuan perlu dikedepankan, sehingga ‘kegelapan’ yang pernah terjadi pada masa lampau tidak terulang kembali. Dengan ilmu kita dapat memberikan manfaat seluas-luasnya bagi umat dengan penemuan-penemuan yang dapat memudahkan keperluan umat.
Bahkan sejarah Islam pun mencatat para pahlawan ‘garis depan’ dalam bidang keilmuan, sebut saja Ibnu Sina (Avicenna) bapak kedokteran dunia, Ibnu Rusyd (Averrous) Ahli ilmu filsafat yang diakui di eropa, Al-Khawarizmi sebagai bapak aljabar dan masih banyak lagi pada bidang keilmuan lainnya.
Disinilah peran kita sebagai mahasiswa yang notabene adalah penuntut ilmu untuk melanjutkan perjuangan para pahlawan terdahulu dengan bersungguh-sungguh dalam meraih ilmu, karena kesempatan ini merupakan amanah yang diberikan kepada kita jika kita mengingat hanya sekitar 17% sajalah lulusan sekolah menengah atas yang dapat menuntut ilmu di perguruan tinggi, dan yang tidak kalah pentingnya adalah mengutamakan kejujuran dalam proses meraihnya sehingga dengan ilmu yang telah diraih kita pun dapat menghasilkan buah yang berkualitas bagi bangsa, negara, dan agama seperti yang telah dihasilkan oleh para pahlawan. Dimensi-dimensi yang membedakan antara manusia dan seluruh makhluk hidup lain adalah potensi, kapasitas, dan kemampuan belajar serta menuntut ilmu yang tidak terbatas
Al-Quran berfirman, “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya.” [Qs. At-Tiin: 4-5]
Manusia mempunyai potensi dan kemampuan gerak menyempurna sedemikian sehingga mampu mencapai kedudukan tertinggi di alam eksistensi (yaitu kedudukan malakuti dan Ilahi), akan tetapi dia juga memiliki potensi untuk jatuh terjerumus pada posisi terendah yang bahkan lebih rendah dari kedudukan yang dimiliki oleh binatang dan setan. Yang kelak akan menjadi bagian manusia dari dua titik ini hanya bergantung dari proses pembelajaran yang dilaluinya di dunia ini, dimana menjelang nafas terakhir seluruh potensi-potensi ini akan terhenti dan tidak lagi memiliki persiapan dan kelayakan untuk menerima kesempurnaan apapun, keadaan ini sebagaimana sebuah angka yang konstan dan secara tetap berada pada tingkatan wujudnya yang tertentu.
Pada salah satu hadits dikatakan, “Hari ini kamu memiliki potensi dan kemampuan untuk melakukan gerak dan memproses diri untuk menambah kesempurnaan diri kalian sendiri, akan tetapi setelah nafas yang terakhir dan penghabisan, kamu hanya akan disibukkan dan diperhadapkan dengan berbagai perhitungan terhadap apa-apa yang kamu kerjakan dan hasilkan dalam kehidupan di dunia.” Ghurar wa Durar, Imam Ali as, hal 120.
Kemampuan manusia itu tak terbatas tinggal bagaimana kita menstrategikan sikap dalam diri kita, ingin kearah positif atau kearah negatif? Mari melangkah dan berproses ke satu arah positif dengan adanya proses belajar dan mengajar. Jika kita peduli akan perjuangan para pahlawan terdahulu maka bukti kepedulian itu dengan potensi-potensi yang kita miliki. Jangan ragu untuk melangkah, jadikan diri ini pribadi-pribadi yang bermanfaat bagi sekeliling kita. Selamat hari pahlawan [10 November]
Wallahu 'alam