Syamedia - Oleh Nanin Nur'aini. Angin dhuha berhembus pelan. Sejukkan suasana lingkungan kampus di pagi sabtu yang syahdu. Sejenak duduk dengan helaan nafas teratur, seorang mahasiswa mulai membuka netbooknya. Memanfaatkan fasilitas wifi kampus. Dan mulai bergabung dengan dunia maya.
Bukan, bukan disini letak ceritanya. Melainkan dari arah sembilan puluh derajat arah timur, seekor kucing kecil berbulu putih sibuk mengorek-ngorek tumpukan daun kering yang telah dikumpulkan pekerja kampus pagi tadi. Ya, daun kering itu tertinggal dari ingatan, bahwa ia belum dibereskan sampai tuntas.
Dua puluh meter kurang satu hasta dari keberadaan kucing kecil itu, tergeletak secarik kertas kecil kusut. Angin dan hempasan kendaraan yang lalu lalang membuatnya terbang jauh dari asalnya diterlantarkan. Ialah secarik kertas itu berkisah singkat. Tentang do’a dan pinta seorang hamba atas Tuhannya. Seperti ini, “duhai Allah...shubuh ini aku masih dimampukan bernafas lega...melihat langkah-langkah manusia di sekelilingku, dengan ringannya menuju kilat memenuhi seruanMu. Pun dengan segala nikmat yang tiada pernah mampu kusebutkan satu demi satu. Ayahku, disana diam dan termenung dalam gelap berkala tahun. Ya. Lemas aku memikirkannya. Bukan lelah karna daya yang telah maksimal. Melainkan tak ada yang mampu kulakukan. Duhai Allah yang menguasai seluruh kasih sayang, alirkan dengan deras kuasaMu itu, kasih sayangMu itu..untuknya...untuk ayahku....kumohon..”
Dua hari, mungkin juga sejak berhari-hari yang lalu, kertas itu ditulisnya untuk sekedar menuangkan penat. Sungguh telah diciptakan benda indah bernama perasaan pada jiwa-jiwa manusia. Luar biasa gemuruh dan pergolakan di dalamnya.
Dan Allah sebaik-baik pemberi anugerah....
Bukan, bukan disini letak ceritanya. Melainkan dari arah sembilan puluh derajat arah timur, seekor kucing kecil berbulu putih sibuk mengorek-ngorek tumpukan daun kering yang telah dikumpulkan pekerja kampus pagi tadi. Ya, daun kering itu tertinggal dari ingatan, bahwa ia belum dibereskan sampai tuntas.
Dua puluh meter kurang satu hasta dari keberadaan kucing kecil itu, tergeletak secarik kertas kecil kusut. Angin dan hempasan kendaraan yang lalu lalang membuatnya terbang jauh dari asalnya diterlantarkan. Ialah secarik kertas itu berkisah singkat. Tentang do’a dan pinta seorang hamba atas Tuhannya. Seperti ini, “duhai Allah...shubuh ini aku masih dimampukan bernafas lega...melihat langkah-langkah manusia di sekelilingku, dengan ringannya menuju kilat memenuhi seruanMu. Pun dengan segala nikmat yang tiada pernah mampu kusebutkan satu demi satu. Ayahku, disana diam dan termenung dalam gelap berkala tahun. Ya. Lemas aku memikirkannya. Bukan lelah karna daya yang telah maksimal. Melainkan tak ada yang mampu kulakukan. Duhai Allah yang menguasai seluruh kasih sayang, alirkan dengan deras kuasaMu itu, kasih sayangMu itu..untuknya...untuk ayahku....kumohon..”
Dua hari, mungkin juga sejak berhari-hari yang lalu, kertas itu ditulisnya untuk sekedar menuangkan penat. Sungguh telah diciptakan benda indah bernama perasaan pada jiwa-jiwa manusia. Luar biasa gemuruh dan pergolakan di dalamnya.
Dan Allah sebaik-baik pemberi anugerah....
